BOJONEGORO – Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (LBH AKAR) Kabupaten Bojonegoro menduga realisasi Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dari Kementerian Sosial RI di Kabupaten Bojonegoro dijadikan Bancaan para mafia yang menangani program tersebut, dugaan tersebut diketahui setelah melakukan investigasi dan survey di lapangan.
Menurut Anam, Program BPNT sudah diatur dalam Permensos nomor 20 tahun 2019 tentang penyerahan bantuan pangan non tunai, bagaimana pendustribusian, pelaksana dan komponen pengawasan diatur dalam peraturan tersebut. Seperti keberadaan E-Warung sudah diatur dalam Pasal 10 ayat 1 dan 3, contohnya E-warung itu kelompok usaha bersama dan non kelompok usaha bersama seperti usaha mikro, toko klontong, usaha eceran, bank agen dan pasar tradisional.
Dari hasil investigasi ketua LBH AKAR Anam Warsito menyampaikan, sudah melakukan investigasi kepada penerima manfaat, hasilnya ditemukan banyak indikasi permasalahan penyaluran BPNT yang diterima KPM (Keluarga Penerima Manfaat).
“Program BPNT masih banyak pelanggaran dilapangan. TKSK tidak bisa menjadi suplayer BPNT, tapi TKSK yang merekomendasikan suplayer dan pendistribusiannya menjadi bancaan mafia dan sangat merugikan KPM,” jelasnya, Kamis (3/9/2020).
Dijelaskan, mulai Maret 2020 komuditi yang terbagi kepada KPM sebesar Rp 200 ribu pada program sembako Bansos, dengan komoditi beras, daging, buah, telur dan tempe. Untuk beras, daging dan buah suplyer ditetapkan Dinas Sosial Kabupaten, sedangkan telur dan tempe ditetapkan kecamatan (TKSK).
Penentuan suplayer tersebut lanjut Anam, menjadi ‘bancaan’ mafia BPNT. Pasalnya beras harga ke KPM Rp 9.450 perkilogram, namun harga dari suplayer ke agen Rp 9.200, jika beras yang dibagikan 15 kilogram keuntungannya Rp 3.750 dari Rp 250 perkilogramnya setiap KPM.
“Belum lagi komoditi yang lainnya, keuntungannya besar dan sangat merugikan KPM. Keuntungan dibagi-bagikan dari tingkat desa, kecamatan dan kabupaten,” pungkasnya.
perlu diketahui program bantuan tersebut sebelumnya merupakan Subsidi Beras Sejahtera (Rastra), kemudian berubah menjadi BPNT pada tahun 2017, pada tahun 2018 program Subsidi Rastra secara menyeluruh berubah menjadi program Bantuan Sosial Pangan yang disalurkan melalui sekema nontunai dan Bansos Rastra.
Program Bantuan Sosial Pangan pada tahun 2019 di salurkan ke seluruh kabupaten/kota dilaksanakan dengan skema nontunai atau BPNT. Hingga pada tahun 2020, program BPNT yang telah dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia tersebut dikembangkan menjadi program sembako dalam rangka mewujudkan penguatan perlindungan sosial dan meningkatkan efektivitas program bantuan sosial pangan.
(Ar/Red)
Comment