Berawal Tugas Kampus, Berhasil Cetak Jiwa Perajut Muda Milenial.

BOJONEGORO – Rajut terlihat sepele dan dianggep biasa. Namun tidak bagi mahasiswa bernama Firdausi Nuzula. Bermula dari tugas Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM), menjadi patokannya untuk mengembangkan kreatifitas rajut. Firda tak hanya merajut seorang diri, melainkan mengajak masyarakat desa Kenep, Kecamatan Balen, Kabupaten Bojonegoro, desa tempat ia tinggal.

Rajut yang ia buat bersama warga, khususnya ibu-ibu muda ini, menjadi beberapa koleksi. Diantaranya sepatu, tas, jam tangan, syal, sandal, aksesoris hijab, dompet, dan lain sebagainya. Antusias warga sekitar sangat berpengaruh. Bahkan, hasil rajutan yang dibandrol mulai harga Rp 50.000 ini sudah tersebar ke beberapa kota hingga luar kota Bojonegoro.
“Awalnya ibu-ibu di sini hanya ingin mengisi waktu luang setelah selesai memasak. Ternyata peminat hasil rajut ini luar biasa banyak, dan akhirnya bisa jadi penghasilan,” ungkap gadis 23 tahun ini.

Bahkan, pandemi covid-19 juga tidak menyurutkan semangat Firda bersama warga. Ia mencoba berkreasi dengan membuat masker, tentunya dengan cara rajut. Tak ayal, peminat masker rajut serta konektor masker juga sangat banyak.
“Karena masker adalah kebutuhan di saat pandemi, sehingga banyak sekali peminatnya. Pembeli juga bisa meminta model maupun warna sesuai selera. Harganya juga antara Rp 8.000 sampai Rp 10.000 saja,” tambah perempuan berhijab ini.

Salah satu warga yang ikut membuat kerajinan rajut, Amina mengatakan, jika mendapatkan banyak manfaat dari merajut. “Karena dapat memanfaatkan waktu ketika luang. Selain itu, pengerjaan yang begitu telaten, dan harus sabar, membuat hati semakin larut dalamnya,” kata Amina.

Hal senada diungkapkan Betty, perajut asal Desa Kenep ini mengungkapkan, jika ia merasa senang karena selepas berkutik di dapur, ia memiliki kerja sampingan. “Dulu tidak bisa merajut sama sekali, sekarang sudah bisa dan mendapat penghasilan yang sangat membantu perekonomian dalam keluarga,” katanya. (Sukma/Aha/red)

Comment