Bojonegoro, wartaku.id – Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang menambah frasa “pejabat daerah” dan “anggota TNI/Polri” dalam Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Putusan tersebut tertuang dalam Putusan MK Nomor 136/PUU-XXII/2024, yang diumumkan pada Kamis (14/11/2024).
Sebelumnya, Pasal 188 hanya mengatur sanksi bagi pejabat negara, aparatur sipil negara (ASN), kepala desa, atau lurah yang melanggar Pasal 71 terkait pelaksanaan pemilihan.
Dengan perubahan ini, pejabat daerah dan anggota TNI/Polri juga dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara satu hingga enam bulan, atau denda antara Rp600.000 hingga Rp6 juta.
Ketua BBHAR DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bojonegoro, Agung Hartanto, SH, memberikan apresiasi atas langkah ini. Menurutnya, keputusan tersebut merupakan upaya konkret dalam menjaga prinsip demokrasi, yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
“Putusan ini menjadi tonggak penting dalam menjaga keadilan dan kepastian hukum di setiap proses pemilu. Selain itu, langkah ini memberikan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat dan memastikan pesta demokrasi berjalan lancar di semua tingkatan,” ujar Agung.
Dengan memasukkan pejabat daerah dan anggota TNI/Polri ke dalam norma hukum ini, diharapkan pemilu berlangsung lebih netral dan berintegritas.
Perubahan tersebut mengingatkan semua pihak untuk menjalankan tugas tanpa melanggar aturan, sehingga menciptakan proses pemilu yang kondusif dan bebas dari intervensi.
Pegiat demokrasi dan pemerhati hukum juga menyambut positif keputusan ini. Mereka menilai langkah MK akan memperkuat kualitas demokrasi Indonesia, terutama menjelang Pemilu Serentak 2024.
“Ini adalah momentum penting untuk memperbaiki sistem demokrasi kita. Dengan aturan yang lebih tegas, individu yang terlibat dalam pemilu harus menjaga integritas dan berhati-hati,” pungkas Agung.
Putusan MK Nomor 136/PUU-XXII/2024 diharapkan menjadi pedoman bagi penyelenggara pemilu, aparat keamanan, dan masyarakat.
Langkah ini mempertegas peran MK sebagai lembaga yang memperkuat sistem demokrasi, memastikan bahwa pemilu berjalan adil tanpa keberpihakan dari lembaga pemerintahan atau aparat keamanan.
Keputusan ini menjadi harapan baru dalam menciptakan pesta demokrasi yang benar-benar mencerminkan aspirasi rakyat Indonesia. (red
Comment